Oleh : Fikri Farikhin,M.Pd.I
A.Asal-usul dan riwayat hidupnya
KH. Ach. Muzakki Syah, lahir di desa Kedawung kecamatan Patrang kabupaten Jember pada ahad manis tanggal 09 Agustus 1948 dari pasangan keluarga sakinah KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj Siti Fatimatuzzahra binti KH Syadali.
Sebagai anak yang bertugas menjaga adiknya (bernama Moh. Mahsun), Muzakki kecil secara alamiyah telah terdidik menjadi seorang pemimpin, paling tidak dalam mengayomi, sabar, mengalah dan menyayangi adiknya yang lebih kecil, maka tidak heran bila dalam diri Muzakki telah tertanam karakter kepemimpinan yang kelak dapat menjadi modal dasar untuk memimpin umat.
KH Achmad Syaha sendiri diakui banyak orang sebagai salah seorang ulama’ yang wara’, tawadlu’, allamah, dan zuhud dizamannya. Beliau pernah nyantri dan berguru pada waliyulloh KH Ali Wafa, di pondok pesantren “Al-Wafa” Tempurejo Jember selama 23 tahun.
Kendati KH Achmad Syaha termasuk tokoh “warrosihuna fil ilmi”, namun beliau memilih mengubur eksistensi dirinya di dalam bumi “khumul” (ketidak terkenalan), konon semua kebesarannya sengaja dirahasiakan demi kemuliaan putra-putranya dimasa yang akan datang.
Menurut keterangan KH Ainul Yaqin, ketika Nyai Hj. Siti Fatimatuzzahra hamil 2 bulan (kelak, sang bayi dikasih nama Achmad Muzakki), KH Achmad Syaha tidak pernah telat menghatamkan Alqur’an seminggu sekali, menghatamkan kitab Nur Burhan (kitab manaqib Syekh Abdul Qodir Jailani) tiap subuh, dan khusus tiap malam jum’at beliau menyembelih ayam untuk dzikiran manaqib bersama para tetangganya, padahal saat itu ekonomi beliau sangat memprihatinkan. Selang beberapa saat, KH Achmad Syaha bermimpi, dalam mimpinya, beliau seakan buang air kecil hendak berwudlu’ , tiba-tiba yang keluar bukan air kencing, melainkan seekor macam yang sangat besar, dan mimpi tersebut terus mengiang dalam ingatan kesehariannya.
Atas keistiqomahannya mengamalkan dzikir manaqib syeh Abdul Qodir Jailani, KH Achmad Syaha menurut cerita KH Abdullah Jailani (alm) pernah didatangi Rijalul ghaib, salah seorang guru spiritualnya. Sang guru berujar, “Syaha....., saya melihat dari Madura ada sinar yang sangat terang dan menyilaukan disini, setelah saya cari, ternyata sinar itu berasal dari majelis dzikir manaqib yang kamu baca bersama tetanggamu untuk calon putramu Muzakki yang masih dalam kandungan. (Dalam legenda Madura, nama sebenarnya dari Rijalul ghoib itu adalah Sulthon Abdurahman cucu dari Bindarah Saut ratu sumenep yang sejak kecil menghilang, sedangkan Bindarah Saut sendiri adalah Raja Sumenep yang bergelar Tumenggung Tirto negoro pada tahun 1750 an).
Ketika Muzakki masih berumur satu tahun, konon Sang Abah dan Umminya sering bermimpi yang aneh-aneh, seperti di tuturkan Drs. Cholili, M.Pd.I, dalam buku Mutiara di tengah samudra, suatu hari KH Achmad Syaha sekitar jam 02 00 dini hari berteriak-teriak (ngelindur) dalam terikannya beliau berucap..muzakki, muzakki.. turun, turun..nanti kamu jatuh, ada apa kamu disitu ..? saking kerasnya teriakan itu, banyak tetangga yang terbangun dan mendatangi KH Achmad Syaha, setelah ditanya kenapa berteriak- teriak tengah malam, beliau menjawab saya melihat Muzakki bertengger di langit 4 dan tidak mau turun, katanya dia sedang membetulkan pintu gerbang para waliyulloh yang roboh.
Lingkungan keluarga KH Achmad Syaha menurut keterangan Pak Mustofa, sejak awal memang sangat taat menjalankan perintah agama, ketika mereka berkumpul bersama seluruh anggota keluarga dan bercengkarama, yang menjadi tema pembicaraan tidak keluar dari soal kisah-kisah kyai sepuh, kedigjayaan, kewalian dan hal-hal ghaib lainnya. Semasa hidupnya, KH Achmad Syaha adalah seorang yang dermawan, gemar bersedekah, meskipun beliau sendiri hidup dalam kekurangan, beliau juga seorang yang sabar dan sangat penyayang pada siapapun, terutama pada para tamu dan tetangga, dalam hati beliau tidak pernah punya rasa benci pada siapapun, konon karena kegemarannya dalam bersedekah itulah, anak keduanya itu di kasih nama Muzakki dengan harapan, agar kelak si anak menjadi seorang yang dermawan dan gemar bersedekah. Latar belakang seperti inilah yang membentuk Muzakki tumbuh dewasa.
B.Riwayat Pendidikan
Ketika usia Muzakki menginjak 7 tahun, ia didaftarkan di SDN kademangan. Begitu tamat SD, Muzakki di kirim ke Ponorogo untuk nyantri di gontor, setelah setahun di Pesantren Gontor, Muzakki pulang dan langsung mendaftarkan diri di Madrasah Tsanawiyah 02 Jember, setelah tamat, Muzakki lagi-lagi ingin menimba ilmu di pesantren, kali ini yang dipilihnya adalah pesantren Darul Ulum peterongan Jombang, baru setahun berguru ke KH Musta’in Romli di paterongan, Muzakki pulang lagi ke Jember dan langsung mondok di pesantren Al-Fattah Jember berguru pada KH Dhofir Salam sambil sekolah di SP IAIN dan melanjutkan kuliah di IAIN Sunan Ampel Jember.
Di pondok pesantren, Muzakki remaja hanya bermaksud mengambil barokah, karenanya ia tidak pernah lama, waktunya yang banyak justru digunakan untuk berkelana kesana-kemari sowan ke para ulama sepuh, para wali, dan ahli-ahli keromah, ketika di Al-Fattah pun, dia bersama gurunya (KH Dhofir) justru setiap minggu sowan ke waliyulloh KH Abd Hamid Pasuruan Jawa Timur.
Setelah kurang lebih dua tahun keluar dari pesantren Al Fattah Jember, kyai Muzakki sebagai orang yang haus ilmu, merasa belum merasa puas dengan apa yang telah didapatkannya baik dari orang tuanya, para gurunya, maupun dari kelana spiritualnya pada tahap sebelumnya, dihatinya muncul keinginan untuk terus menuntut ilmu dan menambah pengalaman baru, tekad yang kuat tersebut terealisasi pada tahun 1971.
Seperti diketahui bahwa semasa bujang, kyai Muzakki sudah sering melakukan kelana spiritual, banyak waktunya yang dihabiskan untuk tabarrukan di beberapa pesantren, padepokan dan pesarean para masyayih dan auliya’ khususnya di Jawa Timur, dari beberapa data yang terkumpul, terdapat keterangan bahwa para masyayih, auliya’ dan ahlil karomah (baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat) yang sempat didatangi kyai Muzakki antara lain :
1.Untuk kawasan Jember dan sekitarnya adalah :
Kyai Moh. Siddiq, Kyai Halim Siddiq, Kyai Mahfudz Siddiq, Kyai Abdulloh Siddiq, Kyai Ahmad Siddiq, Kyai Dhafir Salam, Kyai Faruq Muhammad talangsari, Kyai Muhyiddin bin Sonhaji paga, Kyai Abd Aziz, Kyai Ali, Kyai Ahmad, Kyai Muqid, Kyai Mun’im, Kyai Busthomi, Nyai Maryam tempurejo, Kyai Hafidz nogosari, Kyai Chotip klompangan, Mbah Nur kemuning pakis, Kyai Senadin jerreng, Kyai Umar, Kyai Syukri sumber bringin, Kyai Sholeh suger, Kyai Misrai ledok ombo, Habib Sholeh al Hamid tanggul, Kyai Hannan tanggul, Kyai Abdulloh Yaqin melokorejo, Kyai Jauhari kencong, Kyai Zuhri, Kyai Tayyib dan Kyai Sonhaji banyu putih.
2.Untuk kawasan Bondowoso, Situbondo dan Banyuangi antara lain :
Kyai Hosnan Bringin, Habib Muhdhar Al-Habsy, Habib Alwi Al Habsy, Kyai Ronggo, Kyai Asy’ari dan Kyai Togo, Maulana Ishaq Pacarron, Kyai Syamsul Arifin dan Kyai As’ad Syamsul Arifin Sukorejo, Datuk Abd Rahman, Kyai Muhtar Syafaat Blok Agung dan Kyai Ahmad Qusyairi Glimur.
3.Untuk kawasan Probolinggo, Pasuruan dan Jombang antara lain : Kyai Hasan Seppo, Kyai Hasan Syaifur Rijal genggong, Nun Muhlas Bedaduh, Kyai Zaini Mun’im Paiton, Kyai Mino Probolinggo, KH Abd Hamid, Kyai Abu Ammar pasuruan, Kyai As’ad Bendungan, Kyai Mustofa Lekok, Kyai Abd Jalil, Kyai Holil dan Kyai Nawawi Sidogiri, Kyai Mustain Romli Paterongan dan Kyai Hasyim Asy’ary Jombang. Juga sumua wali songo di Pulau Jawa.
Di tahun 1971 berawal dari pertemuannya dengan KH Masyhurat (seorang ulama’ fenomenal dari Madura) keinginan kyai Muzakki untuk terus menuntut ilmu dan menambah pengalaman baru kembali berkobar, maka setelah mendapat restu dan ridlo dari berbagai pihak, terutama istri dan kedua orang tuanya, kendati harus meninggalkan istri yang baru satu tahun dinikahinya dan putra sulungnya yang masih berumur tujuh bulan, demi kecintaannya kepada Allah dan demi masa depan yang lebih gemilang, berangkatlah kyai Muzakki mengikuti KH Masyhurat melakukan kelana spiritual untuk yang kesekian kalinya.
Kali ini atas saran guru-gurunya, beliau bertolak menuju pulau yang paling agamis dan memiliki “bujuk” paling banyak di Indonesia, pulau Madura namanya, konon para ulama besar dan waliyulloh yang bertebaran malang-melintang di pelbagai wilayah di tanah air pasca wali songo adalah berasal atau lebih tepatnya jebolan dari pulau ini.
Seperti petualangan spiritual sebelumnya, yang dilakukan kyai Muzakki di pulau ini adalah hanyalah “sowan untuk tabarrukan” di beberapa ulama’ dan pesarean para masyayih dan auliya’. Beberapa nama yang sempat dihirup barokahnya oleh kyai Muzakki di pulau ini antara lain : Syaikhona Cholil bin abd latif bangkalan, Bujuk Maulana, Bujuk Muhammad, Bujuk Bagandan sido bulangan pakong, Bujuk Candana kuanyar bangkalan , Bujuk katandur, Bujuk Lattong, Bujuk Tompeng, Bujuk Kasambi sumenep, Kyai Abu Syamsuddin batu ampar, Kyai Abd Majid bata-bata, Kyai Baidlowi, Kyai Abd Hamid, Kyai Bakir banyu anyar, Kyai Ilyas guluk-guluk, Kyai Abdul Alam prajjan, Ulama’ ulama’ kembang kuning dan panyeppen Pamekasan, Kyai Jazuli tattangoh, Bujuk Rabah Sampang, Bujuk Tongket pamekasan, Kyai Imam, Kyai Ahmad Dahlan karay, Agung Usman lenteng barat, Sayyid Yusuf talangoh dan Bindara Saot sumenep.
Setelah malang melintang menelusuri berbagai lorong kampung ilmu dan menyerap berbagai barokah dari para pendekar hikmah di hamparan dan sudut-sudut bumi Madura, puncaknya sampailah kyai Muzakki pada salah seorang maha guru dibidang spiritual dan hikmah, yang tak lain adalah guru dari Abahnya sendiri, yakni Sulthan Abdur Rahman (Rijalul Ghaib) cucu bindara Saut yang menghilang sejak bayi.
Diakui sendiri oleh kyai Muzakki bahwa tempaan dari Sulthan Abdur Rahman yang kelak paling banyak mewarnai peta nurani, struktur kognisi dan langgam spiritual dirinya, bahkan dibawah asuhan beliau, kyai Muzakki untuk pertama kalinya mendapatkan banyak pengalaman bathin dan syahadah spiritual nan dahsyat yang tak ada kata representatif untuk menggambarkannya, maka boleh dikata selain orang tuanya sendiri --dan tanpa bermaksud mengecilkan peran guru gurunya yang lain--Sulthan Abdur Rahman lah yang paling berpengaruh, berjasa dan signifikan mengantarkan dirinya pada maqom dan eksistensinya seperti sekarang ini.
C.Silsilah KH. Achmad Muzakki Syah
Ali bin Abi Tholib karramahullahu wajhah menyebutkan “pemuda yang handal adalah mereka yang berani mengatakan inilah aku, bukan yang mengatakan aku anak fulan cucu si fulan”. Karena itu kepada anak cucunya, para santrinya dan para jamaahnya, kyai Muzakki sering memberikan tausiah bahwa “ kemulyaan seseorang itu bukan karena nasabnya, tetapi karena jerih payah usahanya sendiri”, maka jangan andalkan nasab dan silsilah tapi andalkanlah dirinya sendiri.
Namun demikian, bagaimanapun silsilah tetap memiliki makna penting bukan pada pengertiannya yang menunjuk pada “aku anak siapa”, melainkan pada esensi dari “aku” yang memancarkan sebuah peran dan manfaat dalam kehidupan nyata, maka istilah “buah itu tidak akan jatuh jauh dari pohonnya” atau “liyakun waladul asadi syiblan laa hirratan” (anak singa seharusnya singa bukan kucing) harus difahami sebagai motivasi yang dapat memacu dirinya untuk berprestasi lebih baik dari nenek moyang mereka sebelumnya.
Penulisan, silsilah kyai Muzakki disini dimaksudkan untuk melihat bagaimana para luluhurnya memberikan nuansa lingkungan pada beliau sejak dalam kandungan, masa kanak kanak, masa remaja hingga pada masa dewasa, termasuk juga untuk melihat berbagai i’tibar positif yang dapat diteladani oleh generasi berikutnya.
Sekali lagi penulisan silsilah kyai muzakki ini hanya dimaksudkan untuk melihat deminsi dimensi seperti diatas, bahwa kemudian dalam penelusuran silsilah kyai Muzakki ditemukan memiliki titik ordinat dengan masyayih dan habaib yang terus bersambung pada Rasululloh saw, sesungguhnya hanyalah sebuah kebetulan belaka, yang pasti , kyai Muzakki terbukti nyata memiliki talenta spiritual yang dapat dijadikan acuan oleh banyak orang untuk berkaca diri.
Dari berbagai data yang ada ditemukan bahwa kyai Muzakki mempunyai silsilah yang bersambung hingga kepada Rasulullah Saw, rinciannya adalah sebagai berikut :
Achmad Muzakki syah adalah putra Ny. Juma’ati (Hj Fatimatuz zahra) binti KH Syadali, bin KH Moh. Arief bin K. Durrin bin K. Moh. Toyyib bin K. Abd. Latief bin KH Asy’ary bin KH Moh Adzro’i bin KH Yusuf bin Sayyid Abd rahman (Mbah Sambu) bin Sayyid Moh Hasyim, bin Sayyid Abd rahman Basyaiban bin Sayyid Abdulloh bin sayyid Umar bin sayyid Muhammad bin sayyid ahmad bin sayyid Abu bakar basyaiban bin sayyid Muhammad Asadullah bin sayyid Hasan At Turabi bin sayyid Ali bin sayyid Muhammad al faqih al Muqaddam bin sayyid Ali bin sayyid Muhammad sahibul marbat bin sayyid Ali qoli qasam bin sayyid Alwi bin sayyid Muhammad bin sayyid Alwi bin sayyid ubaidillah bin sayyid Ahmad al Muhajir bin sayyid Isa an Naqib bin sayyid Muhammad An Naqib bin sayyid Ali al Uraidi bin sayyid Ja’far Shodiq bin sayyid Muhammad al baqir bin sayyid Zainal abidin bin Husien asy syahid putra sayyidah Fatimah az Zahra al batul binti baginda nabi besar Muhammad saw.
D.Membentuk Majelis dzikir manaqib Syeh Abd Qodir Jailani
Seperti disinggung sebelumnya, bahwa sejak kyai Muzakki masih dalam kandungan, KH Achmad Syaha, Abahnya telah mengistiqomahkan amalan manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, RA setiap ba’da shalat subuh. Maka sejarah amalan manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-jailani, RA yang diamalkan oleh kyai Muzakki sesungguhnya berasal dari Abahnya sendiri, yakni, KH Ach Syaha.
Disamping itu, mantapnya kyai Muzakki menjadikan amalan dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA sebagai sarana dakwah juga karena anjuran KH Abd Hamid Pasuruan ketika beliau bersama KH Dhofir sowan ke KH Abd Hamid di pasuruan.
Sebetulnya kyai Muzakki bukanlah satu-satunya pengamal dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Indonesia, sebelumnya bahkan hingga kini sudah sangat banyak orang yang mengamalkan amalan yang sama, tetapi lain lubuk lain kepala, maka lain pula isinya. Seperti diketahui, para pengamal dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA sebelumnya biasa menyebut ya sayyidi.. ya sayyidi..ya Syech Abd Qodir.. aghisni 3x sebelum mereka menyampaikan berbagai permohonannya kepada Allah swt.
Pada dzikir manaqib kyai Muzakki ucapan seperti diatas tidak pernah digunakan, sebab bagi kyai Muzakki, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA hanyalah sebuah wasilah bukan pemegang otoritas pengabul doa, yang punya kewenangan mengabulkan doa hanyalah Allah swt, karena itu memohon atau berdoa harus kepada Allah semata bukan kepada selainNya. Maka sebagai hasil syamratul fikr beliau sekaligus merupakan karakteristik yang membedakan dzikir beliau dengan yang lain adalah pada ucapan “bilbarakah walkaramah syeh Abdul Qodir waliyulloh bi syafaat Nabi Muhammad bi idznillah waridallohi, ya Allah 3x.. innaka ‘ala kulli syaiin qodir.. taqdi haajatina…alfatihah. Perbedaan dua ucapan diatas walau terkesan sederhana dan sangat teknis, tetapi sungguh mempunyai implikasi yang luar biasa dalam tataran keimanan dan aqidah seseorang.
Dzikir manaqib syekh Abdul Qodir Jailani yang dikembangkan kyai Muzakki bukanlah tarekat, melainkan lebih berbentuk amalan dzikir atau majelis dzikir. Menurut pengakuan KH. Achmad Muzakki Syah, kendati dirinya sangat respek terhadap semua tarekat yang ada di tanah air tetapi dirinya tidak mengikuti tarekat-tarekat itu, Beliau mengaku hanya mengikuti tarekat Rasululloh, “La toriqoh illa bi thoriqotu Muhammad Rasulillah saw”. Tarekat Rasululloh dalam pandangan kyai Muzakki adalah segala sesuatu yang dicontohkan baginda Rasulillah saw, baik menyangkut akhlak, keyaqinan, cara beribadah, maupun menyangkut karakteristik, sifat-sifat dan prinsip hidup yang diterapkan beliau dalam kehidupan sehari hari.
Dalam pandangan Kyai Muzakki, terdapat beberapa persyaratan yang harus diperhatikan sebelum seseorang mengamalkan dzikir manaqib Syeh Abdul Qodir Jailani, antara lain : Pertama harus dilandasi niat yang ikhlas lillah billah, lirrosul birrasul semata-mata untuk beribadah dan mencari ridlo Allah. Kedua, dalam berdoa tidak dibenarkan meminta kepada syekh Abdul Qodir Jailani, melainkan meminta langsung kepada Allah swt semata. Ketiga sebelum menyampaikan permohonan kepada Allah, sebaiknya diawali dengan bertaubat atas dosa-dosanya kemudian mohon dikuatkan imannya, lalu berdoa kepada Allah dengan khusu’ dan penuh keyakinan bahwa Allah kuasa mengabulkan semua doa yang disampaikan. Dan Keempat, dalam melakukan wirid diatas harus dalam keadaan suci, menghadap kiblat dan dilakukan secara istiqomah dengan etos tak kenal menyerah.
Sebagaimana pernah disinggung sebelumnya bahwa karena majelis dzikir kyai Muzakki memiliki efektifitas dan daya kabul yang tinggi dalam meloloskan berbagai hajat dan menyelesaikan pelbagai masalah yang dihadapi pengikutnya, maka majelis dzikir tersebut terus berkembang pesat tidak saja dipelbagai kawasan di tanah air tetapi juga merambah hingga Malaysia, Brunai Darussalam, India, Australia, Mesir dan Arab Saudi.
Kendati belum terdapat kartu anggota resmi mengenai jamaah dzikir manaqib dibawah pimpinan kyai Muzakki yang tersebar dibeberapa daerah di Indonesia dan luar negeri, namun yang sempat tercatat dalam dokumen Pesantren Al-Qodiri Jember, menunjukkan bahwa cabang majelis dzikir Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA telah berkembang di 61 wilayah di tanah air dan luar negeri yang di pelopori oleh para murid dan pengikut KH. Achmad Muzakki Syah.
Dalam buku tuntunan dzikir untuk jamaah dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pondok pesantren Al-Qodiri Jember (2000 : 17) disebutkan bahwa dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA merupakan salah satu bentuk dari pendidikan kerohanian atau sistem latihan jiwa guna mendekatkan diri kepada Allah swt dan mencari ridloNya dengan cara membersihkan diri dari sifat-sifat madzmumah dan mengisinya dengan sifat-sifat mahmudah melalui jalan memperbanyak membaca doa-doa dan mengingat Allah swt dengan perantara para wali Allah, terutama rajanya para wali, yakni Sulthon auliya’ Syeh Abdul Qodir Jailani.
Dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA adalah bimbingan praktis lahiriyah dan batiniyah yang berpedoman kepada Al-qur’an dan Al-hadist dalam melaksanakan tuntunan Rasulullah saw, meliputi bidang iman, Islam dan ikhsan, sehingga, dengan itu seseorang akan dapat berbuat baik kepada Allah sebagai kholiqahnya dan kepada Rosulullah sebagai tauladan kehidupannya, serta kepada sesama manusia sebagai sesama mahluk Allah swt.
Sedangkan pengamalan dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri adalah berbentuk mujahadah atau aktifitas dzikir dan istighasah yang dilakukan secara kolektif dengan membaca sejumlah kalimah toyyibah dan doa-doa untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan mencari ridloNya melalui perantara (tawassul) orang orang suci kekasih Allah swt yang dalam hal ini Sulthon auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA .
Praktek dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri Jember diatas adalah relevan dengan rumusan para ahli, misalnya Mustofa (2001: 43), yang menyebutkan bahwa dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA merupakan pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh orang-orang yang menempuh jalan sufi untuk mencapai suatu maqom kerohanian tertentu melalui perantara Sulthon auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA .
Memang secara etimologis, menurut Azis (1989 : 87) manaqib merupakan isim makan dari lafadh naqaba yang mempunyai arti, meminpin, menolong, dan menjelajah, menyelidiki, memeriksa dan menggali. Dalam alqur’an lafadh naqaba disebut sebanyak tiga kali dalam berbagai bentuknya, misalnya naqiiban disebut dalam surat al maidah ayat 12 yang mengandung arti peminpin, naqban disebut dalam surat al kahfi ayat 97 yang bermakna menolong, sementara naqabu disebut dalam surat qoff ayat 36 yang bermakna menjelajah.
Ketiga makna sebagaimana disebut dalam ayat alqur’an diatas ternyata mempunyai kesesuaian dengan tujuan dasar pelaksanaan dzikir manaqib, yakni dimaksudkan dalam rangka menggali, menyelidiki dan meneliti sejarah kehidupan seseorang peminpin panutan umat untuk diteladani dan berdoa untuk mendapatkan pertolongan Allah swt melalui perantara para orang suci yang telah menjadi kekasih Allah swt.
Menurut Al Kaff (2003 : 68) dzikir manaqib sesungguhnya berkaitan erat dengan konsep tawasul, sebagaimana disebutkan dalam Alqur’an surat Al-Maidah ayat 35 :
يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ
الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (Depag RI, 1997 : 75)
Terdapat dua klasifikasi tujuan yang hendak dicapai dalam aktifitas dzikir manaqib syeh Abd. Qodir Jailani di Pondok pesantren Alqodiri, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yang hendak dicapai dalam aktifitas dzikir manaqib syeh Abd. Qodir Jailani di Pondok pesantren Alqodiri ialah terwujudnya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin, material dan spiritual, di dunia dan ahirat.
Dalam rangka mencapai tujuan umum tersebut, maka gerakan dzikir di pondok pesantren Alqodiri menyerukan : (a) Agar seluruh jamaah untuk segera kembali mengabdikan diri kepada Allah swt dan RosulNya. (b) Agar seluruh jamaah supaya mengganti akhlakul madzmumah dengan akhlakul karimah sesuai yang diajarkan Rasululloh saw. (c) Agar seluruh jamaah mewujudkan kehidupan yang saling menghormati dan saling membantu dalam kebaikan sehingga tercipta suasana hidup yang aman dan damai. (d) Agar seluruh jamaah mengupayakan limpahan barokah Allah swt atas bangsa dan negara, juga atas segala mahluk Allah dengan jalan mengamalkan solawat atas kekasih Allah yakni nabi Muhammad saw.
Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai oleh pengamal dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pondok Pesntrean Alqodiri Jember antara lain : (a) Untuk bertawassul dengan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA dengan harapan permohonannya mudah dikabulkan oleh Allah swt. (b) Untuk memperoleh berkah dan karomah Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA (c) Sebagai wujud kecintaannya kepada para kekasih Allah. Dan (d) Sebagai implementasi dari kecintaannya terhadap dzurriyah Rasululloh saw.
Dalam pandangan KH Umar Syaifudin, Cinta merupakan karakter utama yang mencirikan kelompok dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri Jember, para jamaah dzikir ini berusaha mendekati Allah dengan cinta, menghadapi hidup dengan cinta dan menyandarkan penghayatan keagamaan mereka juga dengan cinta. Bagi mereka cinta karena Allah merupakan ikatan iman yang paling kokoh, cinta merupakan jembatan yang dibentangkan Allah kepada manusia, maka tidak ada cara yang lebih mempercepat wushul ila Allah kecuali jembatan cinta, dengan cinta seseorang dapat menurunkan rahmat Allah yang tidak dapat diturunkan dengan cara lain.
Pada umumnya jamaah dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di Pesantren Al-Qodiri Jember, memiliki keyakinan yang kuat bahwa Allah swt tidak dapat dijangkau dengan pandangan mata kepala, “la tudrikuhul absaar”, tetapi sangat mungkin dijangkau dengan mata hati dan cinta. Sebuah syair yang melukiskan “Allah menyeru kepada hambanya, kenalilah diriKu dengan cintamu, maka Akupun akan mengenali dirimu dengan cintaKu, bila engkau telah mengenaliKu dengan cintamu dan Aku telah mengenalimu dengan cintaKu, maka diriKu ada dalam dirimu dan dirimu ada dalam diriKu, dirimu dan diriKu satu dalam cinta”, juga menjadi pegangan bagi mereka dalam mebangun keyakinan diatas.
Dalam sebuah hadist qudsi sebagaimana dikutip Mustofa (2001 : 63) ditegaskan ”Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan Aku mencintai mereka, mereka merindukanKu dan Aku merindukan mereka, mereka memperhatikanKu dan Aku memperhatikan mereka, jika si fulan mengikuti mereka Akupun akan mencintai si fulan, jika si fulan memusuhi mereka Akupun akan memusuhi si fulan. (Hr. Ibnu majah).
Maka cintalah menjadi landasan kelompok ini dalam mendekati agamanya, Cinta dijadikan pilar oleh mereka bagi hubungan manusia dengan kholik, dengan sesama atau dengan kosmik, sebab bagi mereka cinta adalah akar dari segala kebaikan dan keutamaan hidup manusia, tanpa cinta manusia akan saling bermusuhan satu sama lainnya, keributan kemanusiaan adalah manefestasi dari iklim hati yang sepi cinta, hati tanpa cinta adalah garang dan akal tanpa cinta adalah kebingungan belaka.
Perjalanan cinta kepada Allah mesti dimulai dengan mencintai seseorang yang paling dicintai Allah yakni Rasululloh saw, perjalanan cinta kepada Rasululloh saw juga mesti dimulai dengan mencintai seseorang yang paling dicintai Rasululloh saw, yakni para ahli baitnya yang suci, para sahabatnya yang setia dan para ulama’ serta pengikutnya yang terus konsisten memegang prinsip yang diajarkan dan dicontohkannya, maka bila anjing saja disebut beruntung karena mencintai ashabul kahfi, mana mungkin seseorang tidak beruntung bila mencintai mereka yang dicintai Nabi saw.
Karakteristik lain yang menonjol dari kelompok aktivis dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pondok pesantren Al-Qodiri Jember, menurut KH Ainul Yaqin, antara lain adalah mereka yang :
a) mendahulukan kepentingan saudara saudara mereka dari kepentingan mereka sendiri, mencintai orang lain sama dengan mencintai diri mereka sendiri,
b) memberikan banyak manfaat pada orang lain, walau dirinya sendiri harus kepayahan dan menderita,
c) lebihbanyak memberikan uswatun hasanah daripada mau’idatun hasanah,
d) (d)membalas makian dengan doa keselamatan,
e) mengayomi siapa saja terutama orang orang alit, teraniaya dan tetindas,
f) lebih banyak memberi daripada meminta,
g) prinsip hidupnya tidak bisa ditukar dengan gemerlap duniawiyah,
h) meletakkan ukuwah diatas segalanya, mengubur dalam dalam segala bentuk perselisihan amatiran, lalu bersama-sama menuju satu tujuan, yakni izzul islam wal muslimin.
i) Mengembangkan model pendidikan multikultural
Melalui kegiatan dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA yang dipimpinnya, KH Ach. Muzakki Syah kemudian mengembangkan model pendidikan multikultural kepada para jamaahnya. Saat ditanya tentang model pendidikan yang diterapkan pada para jamaah dzikir manaqib di Pesantren Al-Qodiri Jember, beliau mengatakan : “Aktivitas pendidikan non formal yang selama ini kami lakukan di majelis dzikir manaqib ini selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi para jamaah, mengingat para jamaah disini bersifat hederogen baik suku, bahasa, budaya, klamin, usia dan tingkat pemahaman keagamaan mereka, maka model pendidikan yang kami kembangkan adalah model pendidikan multikultural”.
Kyai yang saat ini menjadi penasehat spiritual presiden SBY ini, menuturkan bahwa saat ini implementasi model pendidikan multikultural merupakan sesuatu yang tak dapat dielakkan, mengingat perbedaan dan keanekaragaman manusia dari segala seginya merupakan kecenderungan sunnatullah, oleh karenanya, kemajemukan mesti dipandang sebagai keniscayaan yang harus di junjung tinggi bersama demi terciptanya perdamaian sesama manusia, bagi saya keanekaragaman yang ada tidaklah menjadi penghalang bagi terwujudnya kehidupan yang damai dan harmonis, tetapi sebaliknya dengan keberagaman tersebut, satu sama lain diharapkan termotiviasi untuk berkompetisi positif dalam kebaikan.
Menurut pengakuan KH Muzakki Syah, penerapan model pendidikan multikultural yang dikembangkannya melalui dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pesantren Al-Qodiri Jember adalah mengacu pada prinsip-prinsip dasar pendidikan multikultural itu sendiri, antara lain : Pertama, memandang manusia sebagai totalitas yang memiliki kompleksitas dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara keseluruhan, sebab inti dari pendidikan multikultural adalah pengakuan akan pluralitas, heteregonitas dan keragaman manusia, baik ideologi, status ekonomi, paradigma, pola pikir, etnis, ras, budaya, nilai-nilai tradisi dan sebagainya. Kedua, pendidikan multikultural mengakui kebenaran relatif dan menghindari klaim hitam putih. Ketiga, pendidikan multikultural menjunjung tinggi prinsip saling menguatkan dan saling melengkapi. Keempat, pendidikan multikultural mengakomodir semua kebutuhan masyarakat, yaitu tidak membedakan kebutuhan yang bersifat intelektual, spiritual, material, emosional, etika, estetika, sosial, ekonomi dan transidental dari semua masyarakat. Kelima, pendidikan multikultural menghendaki kemudahan layanan pendidikan sehingga dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Keenam, seluruh proses pendidikan diorientasikan bagi terciptanya kebebasan dan perdamaian sesama manusia., Ketujuh, pendidikan multikultural berdiri secara mutlak diatas landasan pluralitas, inklusivitas, demokrasi dan humanitas. Dan Kedelapan, pendidikan multikultural mesti menyediakan ruang yang seluas luasnya bagi kesetaraan masyarakat sasaran pendidikan disemua lapisan melampaui sekat geografis, etnis, budaya, ideologis, usia, status sosial dan gender.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa implementasi model pendidikan multikultural yang dikembangkan KH. Achmad Muzakki Syah melalui dzikir manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, RA di pesantren Al-Qodiri Jember adalah bertolak dari sejumlah paradigma, antara lain : Pertama, para jamaah diposisikan sebagai subyek dan bukan obyek. Kedua, penghormatan terhadap kemajemukan para jamaah dalam segala aspeknya. Ketiga, pengembangan potensi para jamaah tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.
EmoticonEmoticon