Sabtu, 08 April 2017

ASAL USUL DAN RIWAYAT HIDUP


ASAL USUL DAN RIWAYAT HIDUP
KH. Ach. Muzakki Syah, lahir di desa Kedawung, kecamatan Patrang Kabupaten Jember pad hari ahad Manis, tanggal 09 Agustus 1948,dari pasangan keluarga sakinah KH. Achmad Syaha dengan Hj. Fatimatuzzahara binti KH. Syadali.

Sebagai anak yang bertugas menjaga adiknya (bernama Moh. Mahsun, sebab kakaknya yang bernama mahalli wafat ketika masih bayi), Muzakki kecil secara alamiah telah terdidik menjadi seorang pemimpin, paling tidak dalam mengayomi, sabar, mengalah dan menyayangi adiknya yang lebih kecil, mak tidak heran bila dalam diri Muzakki telah tertanam karakter kepemimpinan yang kelak dapat menjadi modal dasar untuk memimpin umat. 

Kisah pertemuan KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj. Fatimatuzzahra terjadi ketika beliau masih nyantri di pesantren al-Wafa Tempurejo. Saat itu beliau sering ikut temannya yang bernama Moh. Mu'rob ke Kedawung. Di sana beliau sempat berkenalan dengan KH. Syadali (satu-satunya Kyai yang saat itu mengasuh musholla tempat beberapa orang belajar agama dan membaca al-Qur'an).

Kebetulan Posisi rumah Moh Mu'rab tidak jauh dari Musholla itu, maka setiap kali masuk waktu sholat, bindarah Syaha (sebutan untuk orang yang nyantri di pesantren) numpang sholat di musholla tersebut. Setiap kali selesai menunaikan sholat beliau tidak langsung pulang ke rumah Mu'rob, melainkan wiridan dan membaca al-Qur'an terlebih dahulu, serta bertamu untuk silaturrahim dan bertukar fikiran dengan KH. Syadali, hal tersebut terjadi berulang kali.

Di lain pihak, KH. Syadali sangat kagum dan simpati terhadap akhlak, dan kecerdasan tamunya itu, diam-diam di dalam hati KH Syadali berdoa, Yaa Allah, andai anak ini mau menjadi menantuku, tentu perjuanganku mencerdaskan masyarakat dan mengembangkan ajaran Islam di sini akan semakin mudah. 

Singkat cerita, doa beliau dipenuhi Allah, maka dalam usia 33 tahun Achmad Syaha dinikahkan dengan putri sulung beliau yang bernama Jum'ati (Hj. Siti Fatimatuz Zahara), yang waktu itu masih berusia 13 tahun. Kira-kira satu tahun setelah pernikahan itu, KH. Syadali wafat dipanggil Allah swt., dengan meninggalkan seorang istri (Ma'ani / Hj. Nyai Syadali) dan tiga orang anak, Jum'ati umur 14 tahun (istri KH. Achmad Syaha), Nadifa umur 11 tahun, dan Yazid umur 9 tahun, sejak itu posisi KH. Syadali mengasuh Musholla digantikan oleh KH. Achmad Syaha.

KH. Achmad Syaha sendiri diakui banyak orang sebagai seorang ulama' yang wara', tawadhu', 'allamah, dan zuhud di zamannya. Beliau pernah nyantri dan berguru pada waliyullah KH. Ali Wafa, di pondok pesantren Al-Wafa, Tempurejo, Jember selam 23 tahun, selain sangat dekat dengan sang guru, beliau juga dipercaya sebagai kelora'an (santri yang diberi kewenangan mewakili KH. Ali Wafa mengajar kitab kuning) di pesantren tersebut.

Kendati KH. Achmad Syaha termasuk tokoh warrosihuna fil ilmi, punya banyak kedigjayaan, dan telah mencapai maqom spiritual tingkat tinggi, namun beliau memilih mengubur eksistensi dirinya di dalam 'khumul' (ketidak terkenalan), konon semua kebesarannya sengaja dirahasiakan demi kemuliaan putra-putranya dimasa yang akan datang.

Menurut keterangan KH. Ainul Yaqin, ketika usia perkawinan KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj. Fatimatuzzahara memasuki bulan ketiga, satt itu beliau sedang sholat malam dan membaca nurul Burhan (kitab manaqib Syaikh Abdul Qodir Jailani), KH. Achmad Syaha seakan bermimpi. Dalam mimpinya itu, beliau buang air kecil saat hendak berwudlu', tiba-tiba yang keluar bukan air kencing, malainkan dua ekor Macan yang sangat besar, dan mimpi tersebut terus mengiang dalam ingatan kesehariannya.

Karena itu KH. Achmad Syaha sangat serius mempersiapkan putra-putranya agar kelak menjadi orang mulia dan berguna, sebagaimana nabiyullah Ibrahim as, beliau selalu melibatkan putra-putranya dalam setiap doanya, bahkan sejak dua bulan istrinya mengandung calon putra keduanya (kelak diberi nama Muzakki), KH. Achmad Syaha tidak pernah telat menghatamkan Nurul Burhan tiap subuh, dan khusus tiap malam Jum'at beliau menyembelih ayam untuk dzikiran manaqib bersama para tetangganya, padahal saat itu ekonomi beliau saat memprihatinkan. 

Atas keistiqomahannya mengamalkan dzikir manaqib Syaikh Abdul Qodir Jailani, KH. Achmad Syaha, menurut Cerita Ust. Abdullah Jailani, pernah didatangi oleh Rijalul Ghaib, yang merupakan salah seorang guru spiritualnya. Sang guru berujar, "Syaha... say melihat dari Madura ada sinar yang sangat terang dan menyilaukan di sini, setelah say cari, ternyata sinar itu berasal dari majelis dzikir manaqib yang kamu baca bersama tetanggamu untuk calon putramu Muzakki yang masih dalam kandungan". (Dalam lagenda madura, nama asli dari Rijalul Ghoib itu adalah Sulthon Abdurrahman, cucu dari bindarah saut yan sejak kecil menghilang, sedangkan bindarah Saut sendiri adalah Raja Sumenep yang bergelar Tumenggung Tirto Negoro, yang berkuasa pada tahun 1750 an).

Ketika Muzakki masih berumur satu tahun, konon abah dan umminya sering bermimpi yang aneh-aneh, seperti di tuturkan oleh Drs. H. Rifa'i Ikhsan (sekarang beliau adalah ketua koordinator Manaqib Al-Qodiri dan sebagai Kepala Sekolah SMK A-Qodiri), suatu waktu KH. Achmad Syaha sekitar jam dua dini hari teriak-teriak (ngelindur/menggigau). Dalam teriakannya beliau berucap "Muzakki, Muzakki... turun, turun... nanti kamu jatuh, ada apa kamu disitu ....?" saking kerasnya teriakan itu, banyak tetangga yang terbangun dan mendatangi kediaman KH. Achmad Syaha, setelah ditanya kenapa teriak-teriak tengah malam, beliau menjawab, saya melihat Muzakki bertengger di langit ke-4 dan tidak mau turun, katanya dia sedang membetulkan pintu gerbang para waliyullah yang roboh.

Selang tiga hari dari peristiwa itu, gnti nyai Fatimah zahra yang mimpi melihat Muzakki kecil berpidato di sebuah terminal dan dikerubuti banyak orang, ketika disuruh pulang, dia tidak mau, malah Muzakki kecil membuka mulutnya (mangap) dan dalam mulutnya terlihat ada kereta api, ada kapal terbang, kapal laut dan semua isi dunia.

KH. Achmad Syaha faham betul bahwa masa kanak-kanak merupakan babak awal dari episode kehidupan seorang manusia yang terus bersambung kepda masa berikutnya, nuansa kehidupan di masa kanak-kanak hampir bisa dipastikan akan mewarnai dn berpengaruh besar terhadap jalan cerita seseroang pada episode berikutnya.

Masa kanak-kanak adalah potret masa lalu yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat potret sesorang setelah dewasa kelak, karena itu, masa kanak-kanak adalah titik basic strategis dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian seseorang di masa selanjutnya, di sinilah peran kedua orang tua menjadi sangat dominan.

Rasulullah sawa bersabda "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi" (HR. Bukhari Muslim)

Spektrum inilah yang menjadikan KH. Achmad Syaha sangat akrab dengan putra-putranya, ketika Muzakki dan Mahsun sedang makan atau hendak tidur beliau selalu menemaninya sambil bercerita tentang hal-hal ghaib, seperti kehebatan mu'jizat para nabi, kehebatan karomah para wali, tentang lailaul qodar dan hal-hal ghaib lainnya, semua cerita itu tentu membuat Muzakki kecil sangat senang dan merekamnya dalam-dalam di hatinya.

Menurut keterangan KH. Achmad Muzakki Syah, pernah dalam suatu kesempatan, waktu itu dirinya sudah kelas II SD,abahnya memanggilnya secara khusus, setelah duduk bersamanya, beliau berkata, anakku, jika kelak kau ingin menjadi orang yang berguna bagi agama dan masyarakat, mulai sekarang persiapkanlah dirimu untuk mendapatkan "lailatul qodar" sebab keistimewaan mendapat lailatul qodar itu menjadikan orang yang menerimanya itu "Masaqih". Apa Masaqih itu? selidik Muzakki kecil pada abahnya, KH. Achmad Syaha melanjutkan masaqih itu adalah keisitimewaan komplit, artinya di samping ia keramat banyak tamu yang membutuhkannya, ia juga diikuti ribuan jamaah dan santri, termasuk juga tidak berhenti diundang orang dari semua lapisan untuk berceramah atau berdoa serta hidupnya kaya raya.

Semasa hidupnya, KH. Achmad Syaha adalah seorang yang gemar bersedekah, meskipun beliau sendiri hidup dalam kekurangan. Beliau juga seorang yang sabar dan sangat penyayang pada siapapun, terutama pada para tamu dan tetangga, dalam hati beliau tidak pernah punya rasa benci pada siapapun, konon karena kegemarannya dalam bersedekah itulah, putra beliau diberi nama Muzakki, dengan harapan, agar kelak si anak menjadi seorang yang dermawan dan gemar bersedekah.

Lingkungan keluarga KH. Syadali menurut keterangan Pak Mus, sejak awal memang sangat taat dalam menjalankan perintah agama, ketika mereka semua berkumpul dan bercengkerama, yang menjadi tema pembicaraan adalah tidak pernah keluar dari soal kisah-kisah Kyai sepuh, kedigjayaan, kewalian dan hal-hal ghaib lainnya. Maka suatu yang niscaya jika kemudian di lingkungan keluarga ini berbentuk "persaingan" berlomba, kuat-kuatan mujahadah untuk taqarrub ilallah, hampir setiap malam Muzakki, Mahsun dan Moh. Yazid (adik dari Nyai H. Fatimatuzzahra) lomba melek untuk tirakat.

Latar belakang inilah yang kelak membuat Muzakki lebih senang mendalami ilmu-ilmu ghaib daripada ilmu biasa, konon menurut cerita teman-temannya, ketika di pesantren, Muzakki memang sering melakukan atraksi ilmu-ilmu kedigjayaan, bahkan pernah suatu ketika pulang sekolah, hati Muzakki krentek terhadap sesuatu, maka tidak disangka yang dikrenteki terjadi dengan nyata.

8 September 2017


EmoticonEmoticon