Kiai Muzakki hampir setiap malam selalu menghadiri undangan Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani RA. Baik itu ke arah timur [Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, dan bahkan Bali], juga ke barat [Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, Blitar, dan bahkan Jogjakarta dan Jakarta], juga kadang-kadang ke Sumatra.
Namun Saya merasa malu sebagai pengurus pesantren, saya malu kenapa saya sulit mengikuti tindak lampah kiai. Padahal kiai Muzakki selalu pengajian tiap malam dan pulang biasanya jam 1 atau jam 2 pagi. Setelah itu istirahat sebentar dan kemudian keliling pesantren. Ke belakang pesantren, keliling untuk melihat air. Karena seringkali air dari sungai tidak mengalir hingga pesantren. Dan jika hal itu terjadi, maka santri putra dan putri tak bisa mandi dan wudhu ketika subuh. Lebih-lebih santri putri. karena santri putri lebih banyak daripada santri putra dan santri putri tak mudah untuk keluar pesantren, sangat rawan jika sampai tak ada air.
Saya malu sebagai pengurus pesantren, seharusnya saya yang keliling dasn melihat kondisi air dll di pesantren, tapi kenapa harus kiai. Padahal kiai sudah lelah datang dari pengajian. Namun entahlah, sangat sulit bagi saya untuk meniru beliau. Ada keinginan, namun ketika jam sudah menunjukkan jam 1 atau jam 2, rasanya badan ini berat sekali untuk diajak keluar. hmmm, enakan di kamar dengan selimut.
Semoga Kiai Muzakki panjang umur. Itu kisah yang bisa saya ceritakan kepada pembaca sekalian. Ini nyata bukan hanya kisah dongeng.
Oleh : Santri Al-Qodiri [Kaca Piring Gebang Tengah 19 05 2018
EmoticonEmoticon