Entah tahun berapa aku lupa. Tapi yang jelas, semua itu
masih terngiang dalam hidupku. Suatu hari ketika Jum’at legi [Manis], setelah
shalat Maghrib hingga Isya’, di pesantren Al-Qodiri, seperti biasanya, banyak
sekali dipadati oleh Para Jama’ah Manaqib dari berbagai Kota, bahkan hingga
luar negeri.
Pada waktu itu, setelah shalat Maghrib hingga waktu Shalat
isya’, hujan mengguyur pesantren Al-Qodiri dengan derasnya. Hingga aku tak
pergi jama’ah ke Masjid Walisongo untuk berjama’ah dengan Kiai pun juga aku gak
jama’ah karena di Masjid Walisongo baik atas maupun bawah sudah penuh dengan
Para Jama’ah. Dan akhirnya aku berjam’ah didepan kamarku. Yaitu lantai tiga di
sebelah selatan Masjid Walisongo [wilayah English Camp].
Pada waktu itu yang jadi Imam shalat isya’ adalah Kiai
Muzakki. Dan shalat isya’pun dilaksanakan hingga selesai dan dilanjutkan dengan
dzikir sebentar.
Suasana di luar masjid semakin tidak tenang. Hujan semakin
deras hingga suara Kiai Muzakki yang di dalam masjid tidak terlalu terdengar
olehku di depan wilayah.
Karena hujan yang juga tak mereda sama sekali, akhirnya setelah
dzikir Kiai Muzakki Tanya pada Jama’ah:
“Di
luar hujan ya?”
“Inggih”
Jawab Para Jama’ah,
“Mari
Baca Fatihah Tujuh Kali, Alfatihah……” kata Kiai Muzakki.
Aneh serasa tak percaya, hujan yang begitu deras, setelah
dibacakan Fatihah tiga kali, tidak sampai tujuh kali, ternyata hujan yang
tadinya sangat deras, langsung berhenti.
Subhanallah, itulah salah satu kisah yang saya rasakan
ketika belajar di pesantren Al-Qodiri 1 Jember tentang Kiai Muzakki.
Sumber : Alumni Santri Al-Qodiri, FIkri Farikhin.
EmoticonEmoticon