Salah satu tahapan tempaan spiritual yang dibebankan oleh sang maha guru Sulthan Abdur Rahman atas Kyai Muzakki adalah bertapa (khalwat) di gua Payudan yang terletak di desa Daleman, kecamatan Guluk-guluk, kabupaten Sumenep Madura. Konon, di gua tersebut dulu para pencinta Allah sering kali berkhalwat mamadu kasih.
Menurut Kyai Muzakki, Sulthan Abdur Rahman menjelaskan bahwa tahap ini dimaksudkan sebagai penggodokan nafsani dan peragihan sukmawi, guna melatih anasir batin, agar si pertapa dapat mengantarkan dirinya pada posisi fana, sebagai sarana utama terjadinya proses sambung rasa dan kontak emosi dengan al-Mahbub. selain itu, proses ini juga dimaksudkan sebagai proses penyerapan sifat-sifat ketuhanan dalam diri manusia.
Seperti diketahui, setiap manusia sejatinya mempunyai potensi dasar ganda, yakni sifat kemanusiaan (nasut), dan sifat ketuhanan (lahut). Apabila sifat-sifat kemanusiaan itu mampu dilenyapkan melalui proses fana', maka penyerapan sifat-sifat ketuhanan akan terjadi dan berkembang otomatis secara optimal. Pada titik ini, dunia gua adalah dunia dimana sang pertapa melatih dan membiasakan dirinya berposisi fana'. Sebuah syair menyebutkan "Tuhanku, bagaimana cara untuk sampai kepadamu?". Allah menjawab: "tinggalkan dirimu dan datanglah, jika kamu mampu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaanmu, maka kamu akan mampu memiliki (menyerap) sifat-sifat-Ku.
Ketika seseorang mencapai kondisi fana, maka ia menemukan dirinya dan segala sesuatu menjadi tidak ada, sebab yang ada hanyalah Tuhan pencipta segala yang ada, juga menemukan dirinya menjadi sesuatu yang lain. Dikatakan oleh seorang sufi, "aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-Nya, maka akupun hidup, aku adalah rahasia yang maha benar dan bukanlah yang maha benar itu adalah aku. Aku hanya salah satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami".
Menyadari realitas dunia pertapa sebagai dunia peleburan diri dan percumbuan tingkat tinggi antara yang bersangkutan dengan sang khaliq, di mana yang bersangkutan akan menyaksikan dan merasakan betapa sia-sianya kenikmatan duniawiyah bila dibanding dengan kenikmatan bersama Allah rabbul 'alamin, Kyai Syaha merasa khawatir kalau-kalau Muzakki terus larut tenggelam dalam samudra kenikmatan itu, lalu ikut-ikutan menjadi ghaib dan melupakan tanggung jawabnya sebagai penata ummat. Atas konsideran itu, maka setelah genap dua tahun putranya berkhalwat di gua Payudan, KH. Achmad Syaha menemui Sulthan Abdur Rahman, sang rijalul ghaib untuk mempamitkan putranya supaya diperkenankan pulang untuk dapat membina ummat.
Memahami kekhawatiran KH. Achmad Syaha, pada tahun 1973 Sulthan Abdur Rahman mengizinkannya, lalu membangunkan Kyai Muzakki yang waktu itu berat badannya tinggal 17 kg. Serta menggotongnya keluar dari gua untuk dibawa pulang ke Jember.
8 September 2017
EmoticonEmoticon