Saya dulu selesai belajar di pesantren Al-Qodiri 1 Jember tahun 1996. Namun
hingga tahun 1999 masih tetap mengajar di pesantren Al-Qodiri.
Tahun 1998, suatu hari saya didatangi KH Abdullah Jailani
(pak Ustad), pada waktu itu beliau mampir setelah menjenguk putrinya yang
dipondokkan di pesantren assuniyah kencong. Pak ustad mengatakan ke saya bahwa
saya dapat dalam dari kiai muzakki untuk mengadakan manaqib syaikh abdul qodir
jailani meski hanya dua atau tiga orang yang ikut.
Tanpa berfikir panjang, saya pun mengadakan manaqib. Pada waktu
itu saya niatkan untuk mengadakan manaqib sebulan dua kali. Dan pada waktu malam
pertama saya mengadakan manaqib ini saya mendapatkan ujian. Pada waktu itu saya
punya enam kambing. Dan menurut saya, enam kambing tersebut sangat berarti bagi
saya. Dan ternyata pada malam pembukaan manaqib tersebut, semua kambing
tersebut diambil orang alias saya kemalingan.
Saya sudah pusing kehilangan itu. Sudah tidak punya apa-apa
malah enam kambing hilang semuanya. Dan kemudian pada waktu manaqib yang
selanjutnya sapi saya hilang juga. Saya benar-benar bingung pada waktu itu. Saya
harus bagaimana.
Akhirnya ada yang menyarankan ke saya agar saya sowan /
nyabis ke kiai muzakki. Dan pada saat saya sudah sampai depan pesantren,
ternyata kiai sudah siapa di ndalem sambil menemui para tamu. Ketika melihat
saya dari kejauhan, ternyata kiai langsung tersenyum ke saya.
“waduh, ada apa kiai kok senyum ke saya?” kata saya.
Lalu saya masuk, saya cium tangan kiai dan bersimpuh di
hadapan beliau, dan beliau langsung mengatakan ke saya,
“Piye lee manaqibannya? Masih kuat?” bagaimana anakku, apa
masih manaqiban?)dawuh beliau.
“Inggih kiai, kulo tasek manaqiban” (Ia kiai, saya masih
manaqiban). Jawab saya.
“hmmm, yo lanang tenan lek ngono” (laki-laki sungguhan kalo
gitu).
Dari mana kiai tahu kalo saya kemalingan. Padahal saya tidak
menceritakan itu ke orang-orang luar. Dan pada waktu itu jarang sekali orang punya
hape. Kalo sekarang kan sudah banyak.
Lalu beliau meneruskan dawuhnya,
“Kanggo mbalekne sapi karo wedhus mungguhe Allah kuwi gampang
banget. Sampean kuwi bakal terkenal sebab kelangan sapi karo wedhus iki” (untuk
mengembalikan sapid an kambing itu, bagi Allah itu sangat mudah. Kamu akan
terkenal disebabkan kehilangan sapi dan kambing ini”
Dan ternyata benar, disebabkan saya kehilangan sapi dan
kambing itu, saya jadi terkenal. Banyak kabar dari orang satu ke yang lain mengatakan
ada seorang ustad yang kehilangan sapi dan kambing. Akhirnya banyak yang datang
ke saya untuk minta diobati, minta doa dan lain-lain.
Singkat kata tidak lebih dari satu bulan, saya sudah bisa
membeli sapi lagi dan bisa beli sepeda motor dan hingga hari ini motor tersebut
masih ada. Saya buat kenang-kenangan.
Akhirnya ada beberapa santri yang modok disini. Sedikit-sedikit
dan akhirnya sudah banyak seperti sekarang ini. Dan semoga akan terus
bertambah.
Kiai muzakki itu sangat peduli ke santri. Dan yang membuat
bangga kiai itu adalah seorang santri itu mau mengamalkan ilmunya. Kalau ada
santri kaya itu biasa. Senang ya senang tapi tidak seberapa senang. Tapi jika
ada santri yang punya langgar/ mushalla, punya santri dua atau tiga itu kiai
senang. Senang sekali. (fifa)
*** cerita ini diperoleh dari wawancara eksklusif, dari
beliau, KH Khumsun, Pengasuh Pesantren Barakatul Qodiri / Al-Qodiri 2 Gumukmas
Jember.
EmoticonEmoticon